Pemerintah menyetujui perihal tentang pemberhentian dana APBD untuk klub sepakbola profesional. Menurut Staf Khusus Presiden Bidang Otonomi Daerah Velix Wanggai, Liga Primer Indonesia bisa menjadi salah satu alternatif acuan kompetisi sepak bola profesional yang mandiri. "LPI memperkenalkan scientific sport yang lebih terukur dan tepat," katanya di Jakarta kemarin.
Namun, Velix menegaskan, penghentian kucuran dana APBD itu itu tak bisa dilakukan serta-merta. "Pemerintah butuh setidaknya dua tahun untuk mengevaluasi dan membuat kerangka regulasi pengelolaan dana APBD," katanya. Hal itu ia sampaikan dalam diskusi yang diprakarsai oleh Save Our Soccer di Jakarta kemarin. Dalam masa transisi itu, pemerintah akan mengatur ihwal kapan kebijakan "Stop APBD" ini diberlakukan serta memetakan daerah mana yang sudah punya sponsor dan yang belum.
Untuk memotong arus duit APBD ke klub bola, komunitas Save Our Soccer mendesak Kementerian Dalam Negeri agar mencabut Surat Edaran Mendagri No. 426 Tahun 2010, yang memungkinkan dana APBD digunakan membiayai klub profesional. "Mendanai klub profesional bukan bagian dari urusan pemerintah," ujar Abdullah Dahlan, peneliti Indonesia Corruption Watch, yang tergabung dalam Save Our Soccer.
M. Nadjib Koesaeri, pengurus klub Pelita Jaya Karawang, Jawa Barat, mendukung penghentian kucuran APBD tersebut. "Gara-gara klub didanai pos APBD dan yang mengurusnya figur-figur berlatar belakang politisi, akhirnya tidak maju-maju," katanya.
Namun sikap sebaliknya disampaikan Nur Muhyar, juru bicara Persik Kediri, Jawa Timur. Hingga kini, kata dia, klubnya belum memiliki skema anggaran selain dari APBD. "Klub ini memang didesain untuk dibiayai pemerintah."
Direktur Badan Liga Indonesia Andi Darussalam Tabusalla menyatakan siap menghadapi kemungkinan tersebut. "Bagaimana membuat klub peserta LSI (Liga Super Indonesia) survive akan menjadi kajian kami," katanya. Ia mengakui selama dua tahun lalu (2007-2009), klub-klub sepak bola di bawah naungan lembaganya bisa bertahan walau tak boleh menggunakan dana APBD. "Jadi tidak ada masalah."
Untuk memotong arus duit APBD ke klub bola, komunitas Save Our Soccer mendesak Kementerian Dalam Negeri agar mencabut Surat Edaran Mendagri No. 426 Tahun 2010, yang memungkinkan dana APBD digunakan membiayai klub profesional. "Mendanai klub profesional bukan bagian dari urusan pemerintah," ujar Abdullah Dahlan, peneliti Indonesia Corruption Watch, yang tergabung dalam Save Our Soccer.
M. Nadjib Koesaeri, pengurus klub Pelita Jaya Karawang, Jawa Barat, mendukung penghentian kucuran APBD tersebut. "Gara-gara klub didanai pos APBD dan yang mengurusnya figur-figur berlatar belakang politisi, akhirnya tidak maju-maju," katanya.
Namun sikap sebaliknya disampaikan Nur Muhyar, juru bicara Persik Kediri, Jawa Timur. Hingga kini, kata dia, klubnya belum memiliki skema anggaran selain dari APBD. "Klub ini memang didesain untuk dibiayai pemerintah."
Direktur Badan Liga Indonesia Andi Darussalam Tabusalla menyatakan siap menghadapi kemungkinan tersebut. "Bagaimana membuat klub peserta LSI (Liga Super Indonesia) survive akan menjadi kajian kami," katanya. Ia mengakui selama dua tahun lalu (2007-2009), klub-klub sepak bola di bawah naungan lembaganya bisa bertahan walau tak boleh menggunakan dana APBD. "Jadi tidak ada masalah."
(tempointeraktif.com)
0 komentar:
Posting Komentar